Jumat, 06 Agustus 2010

Sebuah Catatan Omong Kosong :

6 Agustus 2010
Karina. Mantan perempunku yang selalu baik.
Aku ingin memberitahukan sesuatu kepadamu. Komputerku yang tidak canggih kini sudah benar. Dan bisa aku oprasikan dengan baik. Setidaknya untuk mendengarkan musik dan menulis sesuatu. Mungkin satu hari nanti aku akan menukarnya dengan computer jinjing yang jauh lebih canggih dan bisa aku bawa kemana-mana. Tapi berhubung banyak kebutuhan yang harus aku beli lebih dulu karena sangat penting. Jadi sementara aku memanfaatkan komputer ini saja dulu.
Begini karina yang baik. Mungkin akan seru juga bila mulai hari ini aku akan menulis surat untukmu disetiapa harinya. Atau paling tidak saat aku sedang gelisah atau rindu dengan kebersamaan kita dahulu. Tapi aku ingin menuliskan kegiatan sehari-hari yang aku alami saja saja karina. Bukan tentang masa lalu. Lagi pula tak ada yang sedih tentang masalalu kita bukan? Semua berjalan sangat normal dan penuh kebahagiaan. Jadi ini bisa dikatakan catatan harian. Begitulah bentuknya. Seluruh catatan ini aku peruntuhkan untukmu. Walaupun kau tak pernah tahu aku menulisnya. Walaupun kau tak pernah ingin membacanya. Tak mengapa kar. Ini hanya ungkapan kegelisahan saja. Atas apa yang aku alami. Atas apa yang membuatku gelisah.
Jujur karina. Semenjak kita terpisah. Aku kehilangan teman cerita seperti mu. Jadi terkadang aku bingung harus berdiskusi dengan siapa mengenai hal-hal yang aku agap penting. Maupun tidak aku agap penting sekalipun. Tapi ya sudahlah. Mau dikata apa. Kita punya hidup masing-masing kini. Dan aku hargai itu. Mungkin bila kita masih bersama kau juga akan muak dan jenuh mendengar apa yang selalu aku bicarakan. Bukan kah kau selalu bilang aku begitu egois untuk beberapa hal. Keras kepala dan tak mau kalah. Mungkin itu beberapa sikap buruk yang aku miliki. Aku akan berusaha untuk berubah. Tapi mungkin sikap seperti itu memang harus akau pakai untuk memandang beberapa masalah. Hidup tidak selamanya meminta kita utuk lunak karina.
Karina sayang. Mungkin harusnya aku menulis catatan ini sejak setahun yang lalu. Sejak aku baru benar-benar kehilangan teman bicara sepertimu. Tapi menurutku ini belum lah terlambat. Lagi pula. Saat itu jangankan menulis. Berfikir jernih saja sulit karena perasaan bersalah yang selalu membelenggu benak ku; mengapa aku bisa begitu saja meninggalkan mu. Atau sebaliknya. Kau begitu mudah meninggalkan ku. Entah yang mana yang benar. Entah mana yang ditinggalkan atau meningalakan. Tapi untuk ku pribadi keduanya berujung sesal. Entah bagimu.
Sepeninggalan mu Karin. Jujur saja aku jadi takut sendiri. Aku tak tahu mengapa. Mungkin terlalu berlebihan jika aku beranggapan hidupku telah kehilangan kesimbangan. Tapi mungkin benar Karin. Kau membuatku kini menjadi orang yang tak lagi seimbang. Aku mudah cemas untuk permasalahan apapun. Lebih lagi bila aku sedang ingin sekali menghilang dari semua. Karin. Mungkin dulu aku terlalu sayang. Jadi aku tidak pernah berfikir bahwa kehilangan itu menjadi momok yang sangat perih. Saat itu, aku tidak berfikir bahawa kemungkinan untuk kita berpisah sangat besar. Mungkin begitulah manusia. Ketika mengecap manisnya madu. Ia jadi melupakan pahitnya empedu, dan lengah. Itu kita karina. Kita manusia.
Karina ku yang manis. Hari ini aku sangat gelisah. Jangan Tanya apa penyebabya. Akupun tidak tahu. Mungkin karena banyaknya yang aku sedang pikirkan. Atau karena tidak ada yang sedang aku pikirkan. Diluar orang yang kutemui selalu membicarkan banyak hal. Dan tentu saja dengan masalahnya yang berbeda-beda. Dan secara disengaja atau tidak disengaja aku mendengar masalah mereka dan lantas ikut memikirkannya. Padahal tidak diminta. Semakin kita dewasa bukankah semakin banyak pula jenis atau macam individu yang kita temui. Dengan masalahnya masing-masing. Yang membuat kita semakin kaya akan pengalaman dan pembelajaran tentang cara memandang hidup.
Karin aku gelap tentang dimana titik manusia dianggap sudah dewasa. Terkadang aku mendengar maslah besar milik orang dewasa namun dislesaikan dengan sangat kekanak-kanakan. Ataupu sebaliknya. Maslah kecil dikeseharian, manusia malah berlomba-lomba untuk menjadi insan yang paling benar dan paling tahu bagaiman cara menyelesaikannya. Manusia memang aneh. Sulit ditebak. Seperti kau karina.
Aku belajar untuk disebut orang yang sudah dewasa. Tapi aku yakin karina. Di sisi diri setiap manusia ada yang tidak bias dihilangkan.yaitu sikap kekanak-kanakan. Banyak yang beranggapan; manusia bisa dianggap dewasa ketika mereka dapat menyelesaikan maslah kehidupan dengan cara sebijak-bijaknya. Aku tak seanggapan dengan itu. Menurutku dewasa tidak hanya sekedar itu.
Hidup adalah pertentangan karina. Hitam-putih. Benar-salah. Pria-Wanita. Miskin-kaya. Bahagai-pedih. Langit-bumi. Dan puncaknya seperti beberapa agama bicara yaitu Neraka-syurga. Sebagai manusia bukankah di setiap detik pada keseharian kita selalu dihadapkan dengan pilihan dari pertentangan. Mulai dari yang ringan hingga yang menyulitkan. Dan pilihan dalam hidup terkadang selalu menyangkut beberapa pihak. Hingga harus ada yang merasa diuntungkan atau dirugikan. Dan aku sangat percaya. Hal-hal seperti inilah yang menjadi suplemen untuk orang bisa disebut dewasa. Proses itu sebutannya.
Karina. Aku rasa kau dan aku belum dewasa. Atau sangat jauh dari kedewasaan. Mengapa begitu karina. Kita sering lari dari hal yang tidak ingin kita hadapi. Kita harus belajar lagi. Belajar bagaimana bisa berdamai dengan diri sendiri. Mungkin itu dasar dari sikap bijaksana. Tapi jangan salah paham karina. Berdamai dengan diri sendiri bukan berarti lunak dan mengalah.
Karina jangan marah dengan tulisan ini. pleas. Aku tak butuh kau membacanya apalagi menkomentarinya. Ini hanya kebingunganku semata. Sungguh. Kebingungan karena harus bagaimana menghabiskan malam saat insomnia, kebingungan karena kemana harus bercerita. Aku merasa tulisanku ini tak ada isi. Karena aku hanya ingin meluapkan apa yang aku gumamkan. Aku berani bersaksi dengan batinku sendiri bahwa perpisahhan kita yang membuat diriku dipaksa untuk selalu gelisah dan ingin menghilang dari keseharian. Tapi aku akan turut bahagia atas itu. Karena saat aku menghilang dari keseharian aku dapat menuliskan keseharian lain dengan cara yang lain. Untukmu. Karina. Sungguh.

Jatinangor,6 Agustus ’10. 02.00 WIB
Atas nama kegelisahan.

2 komentar:

  1. Adam sayang. Kamu tidak sendiri. Karena ada saya. Karena ada kami. Mungkin kita bukan seperti karina. Bisa membuat kamu tenang dengan suara. Suara yang saya dan kami hasilkan adalah murni. Murni dari rasa persahabatan.


    * Alvi yang ada di Solo ada untuk Adam sang sahabat yang di Bandung

    BalasHapus
  2. Saya pun teramat sangat mengerti dengan apa yang anda rasakan..
    Karena saya pun mengalaminya..
    Hanya saja kita berbeda nasib dengan sang gadis di saat ini..
    Tapi menurutku sebagai pria,lebih seperti anda..
    Karena lebih baik tak bertemu,daripada kita selalu bertemu tapi harus selalu sakit hati setelahnya..

    Tenang saja,banyak orang yang senasib denganmu dan siap menemanimu disaat sedihmu.. :)

    .Aldy sahabatmu dari Depok.

    BalasHapus